Pengelompokan lingkungan pemukiman di Kampung Baluwarti dibedakan menjadi dua kawasan karena status penghuninya
A.  Hunian Bangsawan,
Yaitu rumah-rumah pangeranan yang mempunyai garis keturunan dari raja. Hunian kaum bangsawanan berada pada lapis pertama mengelilingi Kraton. Hunian tersebut berupa rumah tinggal (dalem), yang pekarangannya dilingkungi tembok keliling. Rumah-rumah tinggal bangsawan tersebut bersifat eksklusif, dengan pintu gerbang (regol) yang berorientasi ke jalan utama. Struktur masyarakat ini homogen, karena semua penghuni dalem adalah lapisan masyarakat kelas tinggi (pangeranan). Hal demikian terungkap dengan nama-nama penghuni yang dijadikan sebutan bagi setiap dalem, dengan akhiran –an dibelakang nama pangeran yang menghuni dalem, seperti Mloyokusuman, Ngabean, Suryohamijayan, dan lain sebagainya.
Elemen-elemen pembentuk kawasan ini adalah lingkungan-lingkungan menunjuk pada pemahaman rumah milik pangeran yang memiliki pendopo berbentuk Joglo, berupa sebuah komplek dilingkungi tembok, dan relatif besar disbanding rumah abdi dalem. Sifat kompleksitas dalem, dari tata ruangnya dapat dilihat dari kelengkapan pembagian zona semi publik (kuncung, pendhapa,pakiwan), zona privat (pringgitan, dalem, gandhok).
Kompleksitas ruang dalam dalem tersebut menunjukkan bahwa setiap kegiatan yang bersifat rutin seperti menerima tamu, latihan menari, prosesi ritual adat, dilakukan di ruang pendhapa. Kegiatan yang bersifat temporer, seperti pergelaran wayang kulit dilaksanakan di ruang pringgitan. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan lain, sudah ada ruang atau wadah tertentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut, sesuai dengan macam kegiatannya.
Pada saat sekarang, bangunan-bangunan dalem masih menampilkan permanensi dalam bentuk fisik, perubahan hanya terjadi pada beberapa elemen bangunan, yang diganti dengan bahan yang lebih baru. Meskipun bentuk fisiknya masih permanen, namun hanya sedikit yang digunakan sesuai dengan fungsi awal. Sebagian lagi, sudah beralih fungsi untuk kegiatan bukan rumah tinggal. Sebagian besar dalem dalam keadaan kosong dan tidak lagi berfungsi. Bangunan-bangunan Dalem yang tidak difungsikan kurang pengelolaan dan perawatan, di observasi oleh peneliti banyak eleman bangunan rusak.


Gambar 4. Persebaran Dalem Bangsawanan
Pada umumnya nama-nama komplek hunian di kawasan Baluwarti sesuai dengan nama bangsawan yang bertempat tinggal di kawasan tersebut ditambah dengan akhiran "-an", misalnya:
a)    Dalem Sasana Mulya,
Yang semula bernama Dalem Ngabean dibangun oleh Sri Susuhunan PB IV untuk P. Hangabei putra PB IV yang kemudian menjadi raja bergelar PB VIII (1858 – 1861). Penghuni terakhir adalah P. Hangabei putra PB X (yang kemudian menjadi PB XI) bersama-sama dengan Kanjeng Ratu Bendoro putra PB VIII (mertua PB IX). Saat itu P. Hangabei putra PB X tersebut mempunyai putra bernama BRM Suryo Guritno yang lahir di Dalem Ngabean ) Sasonomulyo. P. Hangabei putra PB X menggantikan ayahnya (setelah PB X wafat) menjadi raja bergelar PB XI (1939 – 1945), dan mengalihfungsikan Dalem Ngabean menjadi Sasonomulyo (sasono panghargyan). BRM Suryo Guritno putra PB XI yang lahir di Paviliyun Dalem Ngabean kemudian menjadi raja bergelar PB XII (1945 – sekarang) menggantikan PB XI yang wafat pada tahun 1945 (sesaat sebelum menerimah tahta putra mahkota ini diwisuda menjadi P. Adipati Anom).


Gambar 5. nDalem Sasono Mulyo


Video 1. Blusukan nDalem Pangeranan Sasono Mulyo
b)   Dalem Mloyokusuman,
Dibangun pertamakali oleh PB III untuk putranya RM Sahid (P. Sambernyowo) seorang Pangeran dan Senopati Kasunanan Surakarta yang kemudian menjadi penguasa Kadipaten Mangku Negaran bergelar KGPAA Mangku Nagoro I, tetapi yang bersangkutan sudah memiliki rumah sendiri (informasi penghuni dalem / kerabat Mloyokusuman). Terakhir dihuni oleh KPH Mloyokusumo putra PB IX dan Senopati Kasunanan Surakarta, kemudian diwariskan pada putranya RMP Sunaryo yang mempunyai asm sepuh KPH Mloyohamiluhur, seorang paranormal yang disegani di Surakarta.
Gambar 6. Ndalem Mloyokusuman
c)    Dalem Ngabean,
Dihuni oleh seorang Bupati Nayoko KTMT Wuryaningrat menantu PB X, sehingga dikenal dengan nama Dalem Wuryaningratan. Pada masa pemerintahan PB XI pemerintahan PB X dialih-fungsikan menjadi Dalem Ngabean, untuk ditempati oleh P. Ngabehi


Gambar 7. nDalem Ngabean
d)   Dalem Brotodiningratan,
Dihuni terakhir kali oleh seorang Bupati Nayoko bernama KRMT Brotodiningrat menantu PB X.


Gambar 8. nDalem Brotodiningratan

e)    Dalem Mangkubumen,
Dihuni terakhir kali oleh seorang Bupati Nayoko KPH Mangkubumi putra PB X.


Gambar 9. nDalem Mangkubumen
f)    Dalem Purwodiningratan,
Dibangun jaman pemerintahan Sri Susuhunan PB IV dihuni terakhir oleh seorang Bupati Nayoko bernama KRMTH Purwodiningrat VI yang diwaris dari ayahnya KRMTH Purwodiningrat V (menantu PB IX) yang juga Bupati Nayoko, sekarang dihuni oleh keturunannya.


Gambar 10. nDalem Purwodiningratan
Video 2. Blusukan nDalem Pangeranan Purwodiningratan
g)   Dalem Surya Hamijayan,
Dibangun jaman pemerintahan Sri Susuhunan PB IV dihuni terakhir oleh seorang Bupati Nayoko KPH Suryohamijoyo putra PB X, kini sudah berpindah tangan ke keluarga mantan Presiden Soeharto



Gambar 11. nDalem Suryohamijayan

Video 2. Blusukan nDalem Pangeranan Purwodiningratan
B.  Hunian Abdi Dalem,
Yaitu tempat tinggal abdi dalem. Abdi dalem diangkat raja menjadi pegawai kerajaan sesuai keahliannya, seperti prajurit, kesenian, keagamaan, dan lain-lain. Kawasan abdi dalem merupakan lingkungan tempat tinggal orang-orang yang mendapat kepercayaan raja atau mempunyai kedudukan di Kraton. Kawasan ini mempunyai pola tata ruang yang tidak berbeda jauh dari kawasan Bangsawanan, yakni bentuk tertutup dan solid. Kawasan hunian ini, berada di sebelah timut, selatan serta barat dari Kraton.
Kawasan ini mempunyai identitas fisik yang berwujud dinding pagar tembok pada bagian depan luar, berbatasan langsung dengan jalan lingkar utama yang mengelilingi Kraton. Hunian abdi dale mini berada di lapis berikutnya, mengeliling Kraton, setelah kawasan rumah tinggal bangsawan. Dinding pagar lingkungan hunian tersebut terbuat dari tembok massif, dengan satu-satunya jalan dari luar (jalan utama) berupa regol. Dinding tersebut mempunyai bentuk seragam pada setiap hunian. Dengan adanya pagar tinggi ini, penampakan bangunan hunian dari luar tidak terlihat. Hanya terlihat sebatas penutup atas bangunan rumah, sehingga memberikan kesan tertutup pada hunian di kawasan ini.
Pada saat sekarang, sebagian besar bangunan masih dihuni oleh keturunan abdi dalem Kraton. Sebagian kecil penghuni merupakan pendatang yang tidak mempunyai ikatan dengan penghuni lama. Disamping terjadi penyewaan rumah atau indekots, terdapat juga sebagaian penghuni membuka usaha, seperti warung atau kios. Hunian yang digunakan untuk usaha tersebut berangsur memerlukan ruang tambahan. Dengan demikian ini menjadi salah satu penyebab terjadi perubahan pada fisik bangunan di Kampung Baluwarti.
Kawasan abdi dalem dahulu merupakan hunian bagi para abdi dalem, yang dikelompokkan berdasarkan peran tugas dan keahliannya. Pada awalnya masyarakat di Kampung Baluwarti merupakan struktur yang homogen mempunyai keahlian tertentu dalam mendukung keberadaan kekuasaan Kraton.
Pemukiman di kawasan abdi dalem sebagaimana kawasan lain, terbentuk secara terencana sebagai ikutan dari berdirinya Kraton Kasunanan. Kondisi ini terlihat dari keteraturan dalam pola tata ruangnya dengan pola grid icon (papan catur) terwujud dari pola jalan. Pola penataan tersebut memungkinkan setiap petak lahan bangunan (pekarangan) dapat berhubungan langsung dengan jalan lingkungan yang berada di depannya. Kondisi demikian terjadi dengan teratur saat para abdi dalem sebagai penghuni kawasan tersebut masih sedikit jumlahnya, atau berkepadatan rendah.
Pada awal pembentukan sesuai dengan kondisi waktu itu, bangunan rumah tinggal para abdi dalem merupakan bangunan rumah tinggal sederhana. Namun demikian pola ruang dan bangunan rumah tinggal tersebut, menyerupai rumah tinggal bangsawan, yakni terlihat pendhapa, pringgitan dan dalem. Hanya saja, dalam skala lebih kecil disbanding dengan rumah tinggal bangsawan. Hal ini menjadi indikator bahwa konsep rumah tinggal Jawa diterapkan dengan ketat di lingkungan Kampung Baluwarti.
Pada saat masa kini pemukiman di kawasan abdi dalem ini berkembang pesat, sebagai akibat pertambahan penduduk dan tuntutan kehidupan baru. Kebutuhan tempat hunian makin banyak, berakibat pada pembangunan-pembangunan rumah serta fasilitas baru. Bangunan-bangunan baru didirikan pada area kosong sehingga makin sedikit ruang terbuka yang tersisa.
Proses perkembangan bangunan-bangunan dan fasilitas baru pada kawasan Kampung Baluwarti tersebut tidak diikuti dengan perencanaan yang baik. Perkembangan bersifat sporadis dan secara incremental menyebabkan pola tata ruang tidak teratur sehingga orientasi bangunan-bangunan baru sangat bervariasi. Kondisi ini menimbulkan adanya jalan-jalan kecil (lorong) baru, yang terbentuk oleh sisa-sisa ruang antar bangunan yang saling berhimpitan.
Pengelompokan kawasan abdi dalem adalah berikut:
a)    Tamtaman dan Carangan, untuk sebutan daerah pemukiman abdi dalem prajurit Tamtama dan prajurit Carangan, yang bertugas mempertahankan keamanan raja dan Kraton


Gambar 12. Carangan
b)   Wirengan, perkampungan untuk abdi dalem Wireng, yang mempunyai tugas mengurusi tarian dan wayang orang, disamping tugas dalam upacara Gerebeg dengan membawa gunungan dari Kedhaton ke Masjid Agung


Gambar 13. Wirengan
c)    Gandarasan untuk perumahan di sekitar Nyai Lurah Gandarasa


Gambar 14. Gandarasan
d)   Sekulanggen untuk perumahan di sekitar Nyai Lurah Sekulanggi
e)    Lumbung Silayur
f)     Langensari
g)   Hordenasan, untuk menyebut lingkungan pemukiman di sekitar rumah tinggal abdi dalem Hordenas, yang mempunyai keahlian membuat/pengrajin perhiasan.
h)   Jabang Bayen,
i)     Kestalan, tempat untuk mengandangkan kuda tunggangan pangeranan Kraton Surakarta
j)     Gambuhan, perkampungan untuk abdi dalem Gambuh, yang sebagian besar mempunyai keahlian sebagai niyaga atau seniman Kraton.
k)    Suronatan
                             
A.  Keadaan Umum Kelurahan Baluwarti
1.    Sejarah Kampung Baluwarti
Baluwarti berasal dari bahasa Portugis “baluarte” yang berarti benteng, dalam bahasa Jawa artinya tembok istana. Baluwarti merupakan batas istana yang di dalamnya terdapat istana dan tempat tinggal raja beserta keluarganya (sentana dalem) serta abdi dalem terdekat dengan raja. Kawasan Baluwarti yang menjadi kajian penelitian merupakan pemukiman yang terletak di dalam tembok benteng Kraton (jeron benteng), keberadaannya diantara benteng Kedhaton dengan benteng Baluwarti, tidak termasuk Dalem Kraton.
Dikaitkan dengan konsepsi kota Jawa masa lalu, Kampung Baluwarti dapat diartikan sebagai “kutha” Sala. Pengertian kutha dalam masyarakat Jawa bersifat simbolis, adalah suatu lingkungan pemukiman yang terletak di dalam tembok Benteng kediaman pemimpin daerah atau wilayah. Secara harafiah, kutha berarti daerah pemukiman yang dilindungi oleh dinding yang dibangun mengelilingi bentuk persegi (Wiryomartono, 1995).
Gambar 1. Tembok Dinding Kawasan Baluwarti
Awal pembentukan Kampung Baluwarti bersamaan dengan berdirinya Kraton Kasunanan Surakarta. Sebagai ikutan keberadaan Kraton, lingkungan Baluwarti merupakan pemukiman yang sengaja dibuat untuk mendukung keberadaan Kraton, sekaligus menjadi area pertahanan Kraton. Oleh karena itu, keberadaan pemukiman di Baluwarti merupakan bagian dari satu kesatuan tidak terpisahkan dengan Kraton Kasunanan Surakarta. Istilah Kraton, menunjukkan pada kediaman ratu atau raja (Darsiti, 1989). Dalam pemahaman tersebut, Kraton mempunyai beberapa pengertian, yakni: pertama, berarti negara atau kerajaan; kedua berarti pekarangan raja yang meliputi wilayah cepuri; ketiga berarti cepuri dengan alun-alun.
Kampung Baluwarti menjadi unik karena lingkungan rumah penduduknya berada di dalam tembok keraton dengan ukuran ketebalan 2 m dan tinggi 6 m, serta hampir semua bentuk bangunannya bercirikan arsitektur tradisional khas Baluwarti yang dipengaruhi arsitektur Jawa, Cina dan Eropa dengan pola ruang yang khas. Selain arsitekturnya, kampung Baluwarti juga masih memegang teguh dalam hal adat-istiadat, kebiasaan, tata cara dan budaya masyarakatnya.
Lingkungan perumahan Kampung Baluwarti terdapat regol yang khas dengan tembok pembatas pekarangan. Dengan adanya tembok ini seolah-olah menyembunyikan rumah-rumah di dalamnya, menghalangi pandangan keluar bagi penghuninya
Kekhasan ini yang menjadikan lingkungan perumahan yang berada di Baluwarti masuk dalam kawasan cagar budaya yang ada di Kota Solo, dan sekaligus merupakan peninggalan yang bernilai sejarah.
Gambar 2. Lingkungan Kampung Baluwarti
2.    Luas dan Pembagian Wilayah Kampung Baluwarti
Secara adminitratif, wilayah Kampung Baluwarti merupakan kawasan sebuah Kelurahan (Kelurahan Baluwarti). Luas wilayah ± 40,70 Ha, mencakup lima kampung, yakni Kampung Gambuhan, Hordenasan, Wirengan, Carangan, dan Tamtaman. Kelurahan Baluwarti tersebut terbagi dalam 12 Rukun Warga (RW) dan 38 RT, dengan jumlah penduduk sebanyak 7.478 jiwa (laporan Monografi Maret 2015)
Gambar 3. Kantor Kelurahan Baluwarti
3.    Bentuk dan Struktur Lingkungan Pemukiman Baluwarti
Struktur lingkungan pemukiman di Kampung Baluwarti terbentuk oleh unsur-unsur kawasan pemukiman berdasarkan pengelompokan kegiatan dan fungsi pemukiman. Hal tersebut terkait karena peran penghuninya secara historis. Pengelompokan lingkungan pemukiman di Kampung Baluwarti lebih lanjut dibedakan menjadi dua kawasan, yang terjadi karena status penghuninya, yaitu:
a.       Hunian Bangsawanan,

b.      Hunian Abdi Dalem,